Iran menunjukkan optimisme tinggi mengenai kemungkinan tercapainya kesepakatan nuklir baru dengan Amerika Serikat (AS), setelah serangkaian perundingan yang intensif dan diplomasi yang semakin berkembang antara kedua negara. Pihak Iran percaya bahwa kemajuan yang dicapai dalam pembicaraan dapat membuka jalan menuju kesepakatan yang lebih baik dan lebih stabil daripada yang pernah tercapai sebelumnya.
Pernyataan optimis ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian, yang menegaskan bahwa Iran tetap berkomitmen untuk bernegosiasi dan mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, dengan tetap mematuhi kewajiban internasionalnya. Amir-Abdollahian juga menyatakan bahwa meskipun ada tantangan yang signifikan dalam proses ini, pihaknya percaya bahwa dialog dan kerjasama lebih lanjut dengan AS akan membuahkan hasil yang positif.
Proses Perundingan yang Menjanjikan
Proses perundingan antara Iran dan AS dimulai kembali setelah beberapa bulan ketegangan diplomatik yang menyusul keputusan pemerintah AS untuk melanjutkan sanksi ekonomi terhadap Iran. Namun, pada tahun 2025, kedua negara sepakat untuk melanjutkan pembicaraan untuk mencapai kesepakatan nuklir yang baru, setelah kedua belah pihak menyadari pentingnya stabilitas kawasan Timur Tengah dan keamanan internasional yang lebih luas.
Perundingan ini tidak hanya melibatkan AS dan Iran, tetapi juga negara-negara besar lainnya yang terlibat dalam Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) yang dulu ditandatangani pada 2015, sebelum AS menarik diri pada 2018. Pembicaraan tersebut mencakup isu-isu penting seperti pengurangan sanksi, batasan pengembangan nuklir Iran, dan pengawasan internasional yang lebih ketat untuk memastikan bahwa Iran tidak mengembangkan senjata nuklir.
Menurut sumber yang dekat dengan perundingan, meskipun kedua belah pihak mengalami perbedaan dalam beberapa aspek, ada kesepakatan dasar untuk melanjutkan upaya pencapaian kesepakatan yang lebih luas, yang mencakup tidak hanya masalah nuklir, tetapi juga masalah keamanan regional dan hubungan diplomatik yang lebih baik.
Optimisme dari Pihak Iran
Iran semakin percaya diri dalam pembicaraan ini setelah beberapa kemajuan yang signifikan. Presiden Iran, Ebrahim Raisi, sebelumnya telah mengungkapkan keinginan untuk memulihkan hubungan dengan AS dan negara-negara besar lainnya, dengan menekankan pentingnya hubungan internasional yang lebih stabil dan saling menguntungkan. Iran juga berharap bahwa kesepakatan nuklir baru tidak hanya akan menguntungkan Iran dalam hal ekonomi, tetapi juga meningkatkan posisi negara tersebut di kancah politik internasional.
“Jika kita bisa mencapai kesepakatan dengan Amerika Serikat, ini tidak hanya akan menguntungkan Iran, tetapi juga dunia. Kami percaya bahwa stabilitas global bisa dicapai melalui diplomasi dan kerjasama yang konstruktif,” kata Raisi dalam sebuah wawancara baru-baru ini.
Selain itu, Amir-Abdollahian menambahkan bahwa Iran siap untuk memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat, tetapi hanya jika AS dan negara-negara Eropa memenuhi kewajiban mereka sesuai dengan kesepakatan yang mungkin dicapai. “Kami menuntut agar Amerika Serikat menghapus semua sanksi yang merugikan rakyat Iran, dan kami siap untuk menunjukkan komitmen kami terhadap kesepakatan yang jujur,” tegas Amir-Abdollahian.
Tantangan yang Masih Ada
Meski ada optimisme dari pihak Iran, proses perundingan ini tetap menghadapi sejumlah tantangan besar. Salah satu isu utama yang masih menjadi batu sandungan adalah keberlanjutan pengawasan internasional terhadap program nuklir Iran, yang dipandang sebagai langkah krusial dalam memastikan Iran tidak mengembangkan senjata nuklir. Sementara Iran menekankan bahwa program nuklir mereka bersifat damai, negara-negara Barat, terutama AS, tetap khawatir mengenai potensi penyalahgunaan teknologi nuklir oleh Tehran.
Sanksi ekonomi yang diberlakukan oleh AS juga tetap menjadi masalah besar bagi ekonomi Iran. Banyak sektor ekonomi Iran yang terdampak oleh sanksi, terutama di bidang energi dan perdagangan internasional. Iran meminta agar sanksi ini dicabut sepenuhnya sebagai bagian dari kesepakatan baru, namun AS menuntut pembatasan yang lebih ketat terhadap pengembangan program nuklir Iran sebagai syarat untuk pelonggaran sanksi.
Pihak AS juga menginginkan komitmen lebih lanjut dari Iran mengenai masalah keamanan regional, termasuk pengaruh Iran di negara-negara seperti Suriah, Irak, dan Yaman, yang menjadi sumber ketegangan lebih lanjut antara kedua negara. Iran, di sisi lain, menegaskan bahwa pengaruh mereka di kawasan adalah bagian dari hak untuk mempertahankan stabilitas regional dan tidak akan diserahkan dalam perundingan.
Peran Masyarakat Internasional dan Negara-Negara Eropa
Selain AS dan Iran, negara-negara Eropa yang terlibat dalam JCPOA, seperti Jerman, Prancis, dan Inggris, memainkan peran penting dalam perundingan ini. Mereka berharap dapat memfasilitasi tercapainya kesepakatan yang dapat meningkatkan stabilitas kawasan dan mencegah proliferasi senjata nuklir.
“Kesepakatan ini harus dapat memberikan rasa aman bagi semua pihak yang terlibat, tidak hanya bagi Iran, tetapi juga bagi negara-negara tetangga dan masyarakat internasional secara keseluruhan,” kata Josep Borrell, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, dalam sebuah pernyataan terkait pembicaraan tersebut.
Masa Depan Kesepakatan Nuklir Iran-AS
Meski banyak tantangan yang harus dihadapi, perundingan yang tengah berlangsung antara Iran dan AS membawa secercah harapan bagi stabilitas kawasan Timur Tengah. Kesepakatan nuklir baru yang dapat tercapai akan menjadi tonggak penting dalam hubungan internasional, baik bagi Iran, AS, maupun dunia internasional.
Masyarakat internasional kini menantikan perkembangan selanjutnya dari perundingan ini, yang diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan yang lebih kuat, aman, dan stabil bagi semua pihak. Para pengamat juga menyatakan bahwa langkah ini bisa menjadi langkah penting menuju perdamaian dan kerjasama jangka panjang di kawasan yang telah lama dilanda ketegangan.