Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, yang telah menjadi pusat kontroversi internasional karena kebijakan kerasnya terhadap narkoba, kini menghadapi persidangan internasional. Setelah ditangkap pada awal pekan ini, Duterte dijadwalkan untuk diterbangkan ke Den Haag, Belanda, untuk menghadapi tuduhan pelanggaran hak asasi manusia yang telah lama menjadi sorotan.
Penangkapan Duterte terjadi setelah pengadilan internasional memutuskan untuk menindaklanjuti kasus terhadapnya, terkait dengan kebijakan “perang melawan narkoba” yang dilaksanakannya selama masa kepresidenannya dari 2016 hingga 2022. Selama periode tersebut, ribuan orang, termasuk banyak yang diduga hanya tersangka, tewas dalam operasi polisi yang brutal dan penuh kekerasan.
Penangkapan Duterte ini diwarnai dengan tensi politik di Filipina, dimana sejumlah pihak pro-Duterte menganggapnya sebagai langkah yang tidak adil dan politis, sementara kelompok-kelompok hak asasi manusia menyambutnya sebagai kemenangan besar bagi keadilan.
Proses Penangkapan dan Pengiriman ke Den Haag
Duterte, yang dikenal dengan sikap tegas dan sering kali kontroversial, ditangkap oleh pihak berwenang Filipina setelah upaya ekstradisi oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) berhasil memperoleh persetujuan. Pengadilan ICC, yang berbasis di Den Haag, Belanda, telah menindaklanjuti penyelidikan terhadap Duterte sejak 2021 atas tuduhan pembunuhan massal dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama kampanye “perang melawan narkoba.”
Setelah ditangkap di kediamannya di Davao City, Duterte segera dibawa ke ibu kota Manila sebelum diterbangkan ke Den Haag. Proses ekstradisi ini berlangsung cepat, mengingat penekanan dari masyarakat internasional dan organisasi hak asasi manusia yang mendesak agar Duterte segera diadili atas tindakannya.
“Saya telah menerima perintah dari Pengadilan Internasional untuk membawa Duterte ke Den Haag. Ini adalah langkah penting dalam menegakkan keadilan dan memastikan bahwa tidak ada yang kebal hukum,” ujar seorang pejabat pemerintah Filipina yang terlibat dalam ekstradisi tersebut.
Tuduhan yang Dihadapi Duterte
Duterte menghadapi berbagai tuduhan terkait pelanggaran hak asasi manusia selama masa jabatannya, yang paling menonjol adalah kebijakan “perang melawan narkoba” yang kontroversial. Sejak dilantik pada 2016, Duterte menginstruksikan polisi untuk melakukan operasi dengan kekerasan terhadap para pengguna dan pengedar narkoba. Hal ini mengakibatkan ribuan kematian, banyak di antaranya tanpa proses hukum yang jelas.
Menurut laporan yang disusun oleh berbagai organisasi internasional, termasuk Human Rights Watch dan Amnesty International, lebih dari 12.000 orang tewas dalam operasi tersebut, meskipun angka resmi dari pemerintah Filipina jauh lebih rendah. Banyak dari korban tersebut adalah individu yang diduga hanya pengguna narkoba atau mereka yang terlibat dalam perdagangan narkoba, namun tidak memiliki kesempatan untuk membela diri di pengadilan.
Penyelidikan ICC mengungkapkan adanya bukti yang menunjukkan bahwa operasi tersebut dilakukan dengan niat untuk membunuh tanpa pengadilan yang sah, melanggar hak dasar individu, dan mengabaikan prinsip-prinsip hukum internasional.
Reaksi dari Filipina dan Dunia Internasional
Penangkapan Duterte ini memicu reaksi beragam dari berbagai kalangan. Pendukung mantan presiden tersebut menganggap langkah ini sebagai bentuk keadilan yang dicari oleh mereka yang menganggap Duterte sebagai pahlawan yang melawan kejahatan narkoba. Mereka mengklaim bahwa kebijakan keras Duterte berhasil mengurangi tingkat kejahatan di Filipina, meskipun banyak pihak menganggapnya sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang parah.
Di sisi lain, kelompok-kelompok hak asasi manusia dan masyarakat internasional menyambut baik penangkapan Duterte, dengan mengatakan bahwa ini adalah langkah penting dalam menegakkan keadilan atas pelanggaran berat yang telah dilakukannya. “Kita harus memastikan bahwa tidak ada pemimpin yang diizinkan untuk mengabaikan hukum internasional dan hak asasi manusia tanpa konsekuensi,” ujar Agnes Callamard, Sekretaris Jenderal Amnesty International.
Pemerintah Filipina yang dipimpin oleh Presiden Ferdinand Marcos Jr. menyatakan bahwa mereka tidak akan ikut campur dalam proses hukum internasional terhadap Duterte. Namun, beberapa anggota parlemen Filipina dari partai oposisi telah meminta agar pemerintah Filipina bekerja sama sepenuhnya dengan ICC untuk memastikan proses hukum berlangsung transparan.
Tantangan Hukum di Den Haag
Setibanya di Den Haag, Duterte akan menjalani serangkaian prosedur hukum yang dirancang untuk memastikan hak-haknya sebagai terdakwa tetap dihormati. ICC akan mengatur sidang-sidang awal, di mana Duterte akan dihadapkan pada berbagai tuduhan pelanggaran hak asasi manusia. Proses ini bisa memakan waktu bertahun-tahun, mengingat kompleksitas dan sifat kasus ini.
Duterte, yang sebelumnya telah menyatakan ketidaksukaannya terhadap ICC dan berbagai mekanisme internasional, diperkirakan akan menggunakan tim pengacara untuk membela dirinya dalam proses hukum ini. Salah satu strategi yang mungkin digunakan adalah mempertanyakan yurisdiksi ICC dan argumen bahwa tindakan-tindakannya dilakukan dalam rangka membela negara dari ancaman narkoba.
Namun, para ahli hukum internasional berpendapat bahwa ICC memiliki wewenang untuk mengadili Duterte karena kejahatan yang diduga dilakukan berada di bawah jurisdiksi pengadilan, mengingat tingkat keparahan dan dampak global dari pelanggaran yang dituduhkan.
Kehidupan Setelah Kepresidenan
Sejak meninggalkan jabatannya sebagai Presiden Filipina pada 2022, Duterte tinggal relatif tenang di kampung halamannya, Davao City, meskipun ia terus menjadi tokoh kontroversial. Selama masa jabatannya, Duterte membangun basis dukungan yang luas, tetapi juga menciptakan banyak musuh, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Setelah masa kepresidenannya berakhir, Duterte mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap apa yang ia anggap sebagai upaya internasional untuk mengkritik kebijakan dalam negeri Filipina. Sebagai mantan pemimpin yang memegang kekuasaan selama lebih dari enam tahun, Duterte sering kali menggambarkan dirinya sebagai pejuang yang berani untuk rakyat Filipina, meskipun hal ini sering kali berhadapan dengan kritik internasional.
Kesimpulan
Penangkapan Rodrigo Duterte dan pengirimannya ke Den Haag untuk diadili atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia membawa babak baru dalam sejarah Filipina dan hukum internasional. Keputusan ini tidak hanya penting bagi keadilan bagi para korban perang narkoba, tetapi juga sebagai pengingat bahwa tidak ada pemimpin yang diizinkan untuk bertindak di luar hukum internasional tanpa konsekuensi. Seiring proses hukum berlanjut, dunia akan memantau bagaimana ICC menangani kasus yang sangat menantang ini.